Peran Orang Tua yang Baik

Senin, 05 Desember 2011


Pentingnya peran orangtua dalam membimbing anak juga harus diikuti dengan wawasan yang luas dari orangtua itu sendiri. Orang Tua harus mampu memberikan pengarahan yang tepat sehingga anak dapat berkembang secara optimal. "Orangtua harus paham akan tahapan perkembangan anak, agar waspada apabila anak dicurigai mengalami keterlambatan dalam perkembangannya," tutur Dr Nita Ratna Dewanti, SpA, spesialis anak dari RS Premier Bintaro, saat talkshow yang bertemakan "Mengoptimalkan Kecerdasan Anak dan Rahasia Masa Keemasan Tumbuh Kembang Anak" di Ballroom Kompas Gramedia, Jakarta Barat, Kamis (20/11/2011).

Usia 0 sampai 12 tahun merupakan masa yang penting bagi anak. Hal ini harus dimanfaatkan  oleh orangtua untuk lebih menggali kemampuan anak, seperti mendaftarkan anak untuk beberapa kegiatan seperti mempelajari bahasa asing atau belajar memainkan alat musik. Selama anak merasa senang melakukan kegiatan itu, orangtua tidak perlu khawatir.
Namun, tidak jarang ada orangtua yang terlalu memaksakan kehendak mereka tanpa memperhatikan kondisi sang anak. Umumnya orangtua menjadi marah ketika anak tidak ingin menuruti perkataan orangtuanya. Tanpa disadari orangtua pun mengeluarkan cap buruk (labelling) kepada anak seperti "anak nakal" atau "anak bodoh".
"Anak akan berpikir sendiri bahwa ia memang anak nakal, yang nantinya ia malah akan betul-betul menjadi anak yang nakal," jelas Dra Diennaryati Tjokrosuprihartono, MPsi, dalam acara yang sama.
Saat berusaha mengembangkan kemampuan anak, sadari bahwa kemampuan setiap anak berbeda. Kegagalan untuk melakukan apa yang Anda inginkan, bukanlah semata-mata kesalahan anak. Beri motivasi yang dapat membuat anak mampu bangkit dari kegagalannya.
Cara tersebut harusnya mampu memeberikan inspirasi untuk Orang Tua-orang tua di Tampubolon, agar mampu mengontrol anak dalam hal apapun terutama masalah yang diangkat dalam Film Dokumenter tersebut. Tak perlu menggunakan kekerasan dalam mengatasi masalah anak yang masih ingin ini itu,
Sebagaimana senyuman yang damai, kadang harus memarahi anak. Ini bukan berarti meninggalkan kelembutan, sebab memarahi dan sikap lemah-lembut bukanlah dua hal yang bertentangan. Lemah-lembut merupakan kualitas sikap, sebagai sifat dari apa yang  lakukan. Sedangkan memarahi -bukan marah-merupakan tindakan. Orang bisa saja bersikap kasar, meskipun dia sedang bermesraan dengan istrinya.
Persoalan kemudian, acapkali tidak bisa meredakan emosi pada saat menghadapi perilaku anak yang menjengkelkan.  menegur anak bukan karena ingin meluruskan kesalahan, tetapi karena ingin meluapkan amarah dan kejengkelan. Tidak mudah memang, tetapi perlu terus-menerus belajar meredakan emosi saat menghadapi anak, utamanya saat menghadapi perilaku mereka yang membuat  ingin berteriak dan membelalak. Jika tidak, teguran  akan tidak efektif. Bahkan, bukan tidak mungkin mereka justru semakin menunjukkan "kenakalannya".
Sekali lagi, betapa pun sulit dan masih sering gagal,  perlu berusaha untuk menenangkan emosi saat menghadapi anak sebelum  menegur mereka, sebelum  memarahi mereka. Selebihnya, ada beberapa catatan yang bisa diperhatikan: Ajarkan Kepada Mereka Konsekuensi, Bukan Ancaman
Anak-anak belajar dari Orang Tua. Mereka suka mengancam karena  sering menghadapi mereka dengan gaya mengancam. Mereka melihat bahwa dengan cara mengancam, apa yang diinginkannya dapat tercapai. Dari , mereka juga belajar meluapkan kemarahannya untuk menunjukkan "keakuannya".
Saya tidak memungkiri, banyak pengaruh luar yang bisa mengubah perilaku anak. Teman-teman sebaya, khususnya yang sangat akrab dengan anak, bisa mempengaruhi anak. Ia meniru temannya dari cara bicara, bertindak, mengekspresikan kemarahan, sampai dengan kata-kata yang diucapkan. Kadang anak memahami apa yang dikatakan, tetapi terkadang anak tidak tahu apa maksudnya. Ia hanya menirukan apa yang didengar.
Topik kali ini bukanlah tentang peniruan. Karena itu marilah  kembali berbincang bersama bagaimana ancaman kepada anak, acapkali tidak menghasilkan perubahan yang baik. Ancaman tidak banyak bermanfaat untuk menghentikan kenakalan anak atau perilaku yang membuat  sewot. Sebaliknya, ancaman justru membuat anak belajar berontak dan menentang. Salah satu sebabnya, anak merasa orangtua tidak menyayangi ketika meneriakkan ancaman di telinga mereka. Selain itu,  sering lupa menunjukkan apa yang seharusnya dikerjakan anak manakala  asyik melontarkan ancaman.

0 komentar:

Posting Komentar